REPUBLIKA.CO.ID, Wali Kota Monte Argentario, Italia, Arturo Cerulli
terlihat ramah. Perawakannya cukup tinggi dan tegap, hanya perutnya
mulai membuncit. Dengan memakai kemeja lengan pendek, ia terus
menebarkan senyum. Apalagi, ketika ditanya, Cerulli dengan mudahnya
menggerakkan kedua tangannya. Hal itu menandakan insinyur nuklir ini
sebagai pribadi atraktif.
Pria kelahiran 54 tahun ini datang ke Indonesia untuk menghadiri
peluncuran buku Scappa per Amore: Mozaik Perjalanan Cinta di Benua Biru
karya Dini Fitria di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Kamis (19/7) malam
WIB. Cerulli sekaligus memiliki agenda mengunjungi kerabatnya di
Indonesia karena istrinya, Sri Semiarti Sastropawiro merupakan warga
pribumi.
Berkat pernikahan dengan istrinya, politisi Parpol Kanan ini menjadi
mualaf pada 1988. Meski sempat ditentang keras keluarga besarnya di
Italia, ia mantab memilih agama sebagai pegangan hidupnya.
Karena itu, ketika memutuskan maju di Pemilihan Wali Kota Monte
Argentario pada 2008, ia sempat diprediksi gagal menang karena dianggap
mewakili golongan minoritas. Ini lantaran penduduk setempat mayoritas
penganut Katolik. “Saya sempat dijuluki sebagai orang gila,” katanya
kepada Republika.
Cerulli berkisah, ketika maju ke dalam pemilihan, ada yang memandang
sebelah mata peluangnya karena hampir mustahil seorang Muslim bisa
menang. Nyatanya, ia bisa membalik prediksi itu.
Mantan pegawai Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) ini mampu
mematahkan kekuasaan Parpol Kiri yang sudah 20 tahun menduduki jabatan
wali kota. Karena kinerjanya dianggap bagus, di pemilihan pada Mei 2013,
ia terpilih sebagai wali kota untuk periode kedua (2013-2018).
Cerulli mengatakan masyarakat di kota yang dipimpinnya tidak
mempedulikan latar belakangnya. Mereka lebih menyoroti program yang
diusungnya. Karena dianggap menarik dan lebih pro terhadap kepentingan
publik, masyarakat menghendakinya sebagai pemimpin di kota dengan
penduduk sekitar 14 ribu itu.
"Saya ingin menjadikan Monte Argentario sebagai kawasan wisata karena
potensi pantainya yang indah," ujarnya.
Berada di Indonesia, Cerulli sangat menikmatinya. Apalagi momennya
bertepatan dengan bulan suci Ramadhan. Hal itu dinilainya sebagai berkah
terselubung. Alasannya, di tanah kelahirannya kedatangan Ramadhan
hampir tidak terasa sama sekali.
Hal itu berkebalikan dengan kondisi di Indonesia yang serba meriah.
Ia menemukan denyut Ramadhan di Indonesia sangat terasa seperti di Arab
Saudi, tempat dulu ia pernah bekerja.
"Suasana puasa di Indonesia sangat terasa, seperti di Arab Saudi. Di
Italia, suasana Ramadhan tidak terasa gebyarnya bagi seorang Muslim,"
katanya.
Apa menu buka puasa pria yang memiliki nama Islam, Mohamed Arturo
ini? Saya menyaksikan sendiri, ia membatalkan puasa dengan meminum
seteguk kolak berisi kolang-kaling. Tak berselang lama, ia mengambil
sebutir kurma dan menikmatinya secara perlahan.
Kemudian, Cerulli bersama istri dan buah hatinya, ditemani wartawan
menikmati menu utama berbuka, yaitu nasi dengan lauk ikan dan sayuran.
Lidahnya sepertinya sudah terbiasa dengan bumbu racikan Indonesia. Usai
bersalaman, saya berpamitan kepadanya sambil mengucap, "Senang bertemu
dengan Anda. Assalamualaikum." Ia langsung menjawab, "Waalaikumsalam".
No comments:
Post a Comment